Jakarta, (MIK-19) – Penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Kejari Jaktim) menetapkan eks Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) DKI Jakarta berinisial JY dan seorang inisial AH sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi senilai Rp 1,4 triliun.
“Indikasi dugaan kerugiannya mencapai Rp 1,4 triliun,” ucap Kajari Jakarta Timur Yudi Kristiana melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (5/1).
Yudi menerangkan, tersangka JY dan AH diduga terkait tindak pidana korupsi dengan modus membatalkan 38 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 4931 tertanggal 20 Desember 2019 di Kampung Baru, RT 009/RW008, Kecamatan Cakung Barat, Kota Jakarta Timur.
Petugas Kejari Jakarta Timur kemudian melakukan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Nomor : Print-05/M.1.13/Fd.1/11/2020 tertanggal 12 November 2020.
“Dari hasil penyelidikan tersebut ternyata ditemukan peristiwa pidana terkait tindak pidana korupsi,” kata Yudi.
Petugas Kejari Jakarta Timur kemudian menaikkan status hukum dugaan tindak pidana korupsi itu ke tahap penyidikan berdasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Nomor : 01/M.1.13/Fd.1/12/2020 tertanggal 1 Desember 2020.
Kasipenkum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nirwan Nawawi menjelaskan, tim penyidik telah menemukan alat bukti permulaan yang cukup dalam penetapan keduanya sebagai tersangka.
Adapun sertifikat yang dibatalkan tersebut sebelumnya atas nama PT. SV yang selanjutnya diterbitkan sertifikat baru tersebut dengan inisial AH dengan luas 77.852 meter persegi.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 9 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP dan atau Pasal 21 UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kerugian yang diakibatkan dari perbuatan tersangka terhadap objek tanah seluas 77.852 M2 itu berdasarkan nilai transaksi adalah Rp 220 miliar, berdasarkan NJOP kurang lebih Rp 700 miliar. Namun jika sesuai harga pasaran mencapai Rp 1,4 triliun.
Saat ini, tim penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Timur berkoordinasi dengan pihak bank dan PPATK sehubungan adanya dugaan penyuapan. (FeriProjo)