Jakarta,Mediainfokorupsi.com – Sidang Perkara Pidana Nomor : 926/Pid.B/2021/PN.Jkt.Tim atas nama Terdakwa Jahja Komar Hidajat kembali digelar hari Kamis tanggal 10 Februari 2022 dengan agenda mendengarkan Keterangan lanjutan dari Saksi Dirjen AHU atas nama Pranudio.
Sidang dibuka oleh majelis hakim
Persidangan diketua’i oleh majelis hakim Agam Syarief Baharudin. SH. MH anggota Lingga Setiawan. SH. MH, dan Nyoman Suharta.SH. Panitera Pengganti Bambang.S.SH.
Dalam Persidangan Saksi kembali dicecar berbagai Pertanyaan oleh Tim Penasehat Hukum Terdakwa diantaranya terkait keabsahan Pengesahan yang diterbitkan oleh Dirjen AHU kepada PT. TJITAJAM versi Pelapor Tamami Imam Santoso, Ponten Cahaya Surbakti, Drs. Cipto Sulistio.
Sudah ada 9 Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap baik Pengadilan Perdata maupun TUN dan bahkan sudah dieksekusi yang memenangkan versi Terdakwa, namun oleh Dirjen AHU tetap diterbitkan Pengesahan sampai tahun 2020, bagaimana itu Saksi? Apakah secara aturan dibolehkan? Tanya Tim Penasehat Hukum.
“Seharusnya tidak dapat diterbitkan pengesahan tersebut, dan ketika ada dualisme kepemilikan Perseroan, maka yang seharusnya disahkan adalah Pengurus yang sistematis (Versi Terdakwa) bukan yang tiba-tiba muncul (Versi Pelapor)” ucap Saksi di Persidangan
Selain itu tim Penasihat Hukum juga menanyakan terkait keabsahan Pengesahan tanggal 11 Juni 2004 terhadap Akta No. 29 tanggal 22 November 2002 Notaris Nurul Huda
Apabila ada permohonan pengesahan Akta, namun Pemohon tidak melampirkan Historis dari PT tersebut (tidak ada Akta Pendirian dan Akta-akta sebelumnya), apakah dapat dikeluarkan pengesahan? Tanya Penasehat Hukum.
“Kalau data tidak lengkap, maka tidak dapat dikeluarkan Pengesahan” Jawab Pranudio
Lebih lanjut “apabila faktanya data tidak lengkap, namun dikeluarkan Pengesahan oleh Dirjen AHU, maka apakah Pengesahan tersebut sah?”
“TIDAK SAH” jelas Saksi Pranudio depan Persidangan
Sebelum menutup persidangan, Saksi juga menjelaskan terkait akibat Hukum tidak dilaporkannya Akta Perubahan Direksi sesuai UU No. 1 tahun 1995
“Pada Undang-undang No. 1 tahun 1995, tidak ada kewajiban untuk melaporkan Akta Perubahan Direksi, sehingga apabila tidak dilaporkan, Akta tersebut tetap sah sepanjang RUPS tersebut sah. Dan karena RUPS yang dituangkan dalam Akta No. 12 tanggal 6 Maret 1998 Notaris Elza Gazali dihadiri oleh 100% Pemegang Saham, maka Pengangkatan Jahja Komar Hidajat sebagai Direktur Utama sah serta dapat mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar Perseroan termasuk Pengadilan”
Sidang ditutup oleh Majelis Hakim dan akan digelar kembali pada hari Selasa tanggal 15 Februari 2022 dengan Agenda mendengarkan Keterangan Saksi Ponten Cahaya Surbakti.
Dan selesai persidangan kami awak media mewawancarai penasehat hukum terdakwa Reynold. SH & Tim mengatakan Setelah melakukan pemeriksaan lanjutan persidangan kemarin saksi dari AHU ini setelah kami cecer pertanyaan BAP ada beberapa poin yang dia catat, dia cabut karena tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya.
Jadi intinya bahwa pelapor pengesahan pelapor itu adalah yang tidak sah karena bersumber pada akta maupun pengesahan yang sudah dibatalkan oleh sembilan utusan inkracht ini yang tadi kami tunjukkan di hadapan sidang dihadapan majelis hakim, Ujar Reynold.
Bagaimana kami tanyakan kepada saksi dirjen AHU Pranudio bagaimana pengesahan pelapor ini merujuk kepada akta yang sudah dibatalkan oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sembilan tadi putusan kemudian masih diterbitkan pengesahan oleh AHU , saksi jawab itu pengesahannya tidak sah.
Dalam perkara ini jelas bahwa ini adalah proses kriminalisasi yang dilakukan oleh penyidik Jatanras Polda Metro Jaya, yang kemudian diaminkan Jaksa dalam penuntut ini. BAP No 2 No. 9 dan No.12 sudah dicabut oleh saksi.
Intinya apa yang dituduhkan jaksa palsu itu, dari saksi AHU itu tidak benar karena dilakukan RUPS dengan pemegang saham 100%, jadi tidak palsu. Karena akta tahun ’98 ELSAGAZALI No.12 tanggal 6 Maret 1998, itu sah adanya.
Kemudian tidak diwajibkan oleh UU No.1 tahun 95, makanya jaksa ini akal-akalan yang dipakai dakwaan dia padahal UU No 40 tahun 2007. ini tidak sesuailah dengan apa yang dia dakwakan dengan fakta sebenarnya.
Supaya seakan-akan mencapai target bawa seorang ini mau dipersalahkan dia menuju kepada UU No 40 tahun 2007, padahal peristiwa faktanya tahun ’98 dan kemudian dibantu oleh AHU tadi, bahwa untuk peristiwa tahun ’98 akta ELSAGAZALI, harus menuju pada UUD 1945, sehingga sah saja terdakwa itu sebagai direktur PT Tjitajam, sah saja terdakwa itu mengajukan gugatan ke pengadilan. Jadi saksi jaksa malah membantah dakwaan jaksa.
Kalau pengesahan kita diakui bener, yang pengesahan tanggal 5 Februari 2004 itu benar, kemudian pelapor ini masuk secara tiba-tiba itu yang kami pertanyakan.
Masuk secara tiba-tiba tidak tahu jelas, dalam sidang saya bilang PT Tjitajam alakadabra, simsalabim, pembalap,pembajak, pembegal. Saya ngomong begitu di persidangan. Dapat dari mana mereka dapat mengatasnamakan PT Tjitajam Sedangkan akta pendirian mereka tidak pernah punya.
Sejak awal tidak pernah punya, itu sah tidak dijawab, tidak sah. Jadi aktanya itu tidak sah, sehingga produk nya tidak sah.Itu saksi dari AHU seperti menghindar tapi kami kejar terus, akhirnya dia katakan bahwa itu tidak sah. Kami tanyakan riwayat pelapor ini, Menurut AHU kalau mau merubah anggaran dasar harus melampirkan histories nya. Kalau mau merubah tapi tidak bisa melampirkan histories nya gimana? oh tidak bisa. Kalau tidak bisa tetapi ada pengesahan, pengesahan tidak sah. Pelapor ini sebenarnya yang maling, Tutup Reynold.
(Ali)