Kejaksaan Periksa Eks Menkominfo Rudiantara Terkait Proyek Satelit

NASIONAL47 Dilihat

Jakarta, mik – Kejaksaan Agung memeriksa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan saksi yang diperiksa merupakan mantan Menkominfo periode 2014-2019 berinisial R yang merujuk kepada Rudiantara.

 

“(Saksi) sebagai pemegang hak pengelolaan filling (HPF) Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT),” ujar Leonard melalui keterangan resmi pada Jumat (11/2).

 

Kejaksaan sebelumnya juga telah memeriksa DS yang merupakan Direktur Penataan Sumber Daya pada Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi mengatakan keterangan dari Kominfo dibutuhkan sebagai pihak yang mengendalikan satelit. Kejaksaan akan meminta keterangan kronologi dan alasan pengendalian satelit tersebut diambil oleh Kemenhan.

 

Jampidsus Febrie Adriansyah sebelumnya mengatakan, kewenangan terkait penyewaan satelit seharusnya kala itu dipegang ke Kominfo. Namun, penyewaan satelit kemudian dialihkan ke Kemenhan.

 

Dari sana kemudian terdapat inisiatif dari pihak swasta dalam penyewaan satelit tersebut. “Ini yang didalami kenapa ini bisa berpindah (dari Kominfo) sementara Kemenhan tidak menganggarkan, kira-kira itu,” ujar Febrie.

 

Dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara hingga Rp 500 miliar, kejaksaan belum menetapkan tersangka. Korps Adhyaksa sebelumnya juga telah memeriksa tiga purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI) terkait dengan kasus ini pada 7 Februari lalu.

Tiga saksi tersebut adalah mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan Laksamana Madya TNI (Purn) AP, mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan  Laksamana Muda TNI (Purn) L, dan mantan Kepala Pusat Pengadaan pada Badan Sarana Pertahanan Kemenhan Laksamana Pertama TNI (Purn) berinisial L.

 

AP diperiksa terkait proses penyelamatan slot orbit 123 derajat Bujur Timur dan keikutsertaan dalam Operator Review Meeting (ORM XVII Pertama dan Kedua) di London. Ia juga diperiksa terkait kontrak sewa Satelit Floater dengan Avanti Communication Limited.

 

Adapun dua orang lainnya diperiksa terkait proses penyelamatan slot khusus kontrak pengadaan Satelit L-Band dengan Airbus. Selain itu, mereka berdua juga diperiksa terkait pengadaan Ground Segment dengan Navayo maupun Jasan Konsultasi dengan Hogen Lovells, Détente, dan Telesat.

 

Pengusutan kasus dugaan korupsi dalam proyek satelit Kemenhan ini bermula dari laporan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ke Kejaksaan belakangan ini.

 

Mahfud menjelaskan kasus ini bermula pada 19 Januari 2015 saat Satelit Garuda-1 keluar dari slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.

Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit. Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.

 

Untuk mengisi kekosongan pengelolaan slot orbit 123 derajat BT itu, kata Mahfud, Kominfo memenuhi permintaan Kemenhan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat BT guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).

 

Kemenhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan floater (satelit sementara pengisi orbit), milik Avanti Communication Limited (Avanti), pada 6 Desember 2015. Pada saat itu persetujuan penggunaan slot orbit 123 derajat BT dari Kominfo belum diterbitkan. Kominfo menerbitkan persetujuan pada 29 Januari 2016.

 

Pada saat membuat kontrak dengan Avanti pada 2015, Kemenhan pun belum memiliki anggaran untuk membiayai sewa satelit.

 

“Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat satelit komunikasi pertahanan dengan nilai yang sangat besar padahal anggarannya belum ada,” ujar Mahfud.

 

Untuk membangun Satkomhan, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu tahun 2015-2016. Padahal anggarannya pada 2015 belum tersedia.

 

Anggaran Satkomham ini tersedia pada 2016. Namun, saat anggaran tersedia, Kemenhan melakukan “self blocking”.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *