Jakarta, Mediainfokurupsi.com – Sidang Perkara Pidana Nomor : 926/Pid.B/2021/PN.Jkt.Tim atas nama Terdakwa Jahja Komar Hidajat kembali digelar hari Kamis tanggal 7 April 2022 dengan Agenda mendengarkan keterangan Ahli yang dihadirkan oleh Tim Penasehat Hukum Terdakwa yaitu Ahli di bidang Hukum Pidana Dr. Dian Adriawan Daeng Tawang.
S.H., M.H.
Sebelum memberikan Pertanyaan kepada Ahli, Tim Penasehat Hukum Terdakwa terlebih dahulu memberikan ilustrasi kepada Ahli.
Ada suatu Perseroan, katakan PT. X, yang telah berdiri sejak tahun 1934 yang sah secara hukum menurut KUHD dan peraturan perundang-undangan lainnya, serta telah melakukan beberapa kali perubahan dan juga telah melakukan penyesuaian UUPT No 1 Tahun 1995 pada tahun 1996.
PT. X tersebut mengadakan RUPSLB pada tahun 1998 yang dihadiri oleh seluruh Pemegang Saham (kuorum) sehingga RUPSLB tersebut telah sah dengan mata acara rapat merubah susunan pengurus perseroan dengan mengangkat A sebagai Direktur Utama dan persetujuan untuk jual beli saham, dan kemudian BA RUPSLB tersebut diaktakan dalam bentuk Pernyataan Keputusan Rapat oleh Notaris.
Kemudian karena ada pihak-pihak yang mengaku-ngaku sebagai organ pengurus dan pemegang saham PT. X secara melawan hukum dengan dasar akta-akta yang tidak benar, sehingga A dalam jabatannya selaku Direktur Utama PT. X, mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan memberikan kuasa kepada B selaku Karyawan PT. X, namun karena B bukan seorang Advokat sehingga B harus mendaftarkan surat kuasa dari A di PN untuk dapat beracara secara insidentil. Kemudian Wakil Ketua PN Jakarta Timur telah mengeluarkan Surat Keterangan Bantuan Hukum.
Hasil gugatan tersebut memenangkan A dengan menyatakan PT. X yang sah menurut hukum adalah versi A dan membatalkan Akta-Akta milik Tergugat dkk dan Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap pada tahun 2000.
Kemudian pada tahun 2002, pihak yang sudah dikalahkan tersebut kembali mengaku-ngaku sebagai organ pengurus dan pemegang saham PT. X dengan menggunakan Akta-akta yang telah dibatalkan oleh Putusan Pengadilan yang telah Inkracht tersebut diatas.
Dalam perjalanan sengketa telah terdapat 9 Putusan yang telah inkracht baik perdata maupun TUN yang beberapa Putusan telah dilakukan eksekusi dimana meneguhkan keabsahan A sebagai Organ Pengurus dan Pemegang Saham PT. X yang sah menurut hukum dan menyatakan C dan D dkk terbukti telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum serta membatalkan seluruh Akta beserta pengesahan yang diterbitkan oleh AHU.
Selesai memberikan ilustrasi kepada Ahli, Tim Penasehat Hukum Terdakwa memberikan beberapa pertanyaan kepada Ahli terkait Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Terdapat beberapa poin dari keterangan Ahli pada Persidangan kali ini.
Pertama, menurut Ahli, Surat Kuasa yang diberikan oleh Direktur Utama suatu Perseroan kepada karyawannya untuk mengajukan Gugatan di Pengadilan tidak memenuhi Unsur-unsur Tindak Pidana baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 KUHP maupun 263 KUHP.
“Menurut saya pemberian Kuasa kepada seseorang tidak dapat dikatakan memberikan keterangan palsu di atas Sumpah. Dan Surat Kuasa tersebut tidak termasuk dalam Surat Palsu sebagaimana dimaksud Pasal 263″ Ucap Ahli.
Kedua, menurut Ahli, terkait 9 Putusan Perdata yang memenangkan salah satu pihak terkait kepemilikan Perseroan mengikat pula pada Hakim Pidana dan Putusan tersebut harus dianggap benar selama tidak ada yang membatalkannya, atau dalam hukum dikenal asas Res Judicata Pro Veritate Habetur.
Ketiga, menurut Ahli, pihak yang sudah dikalahkan oleh 9 Putusan, tidak lagi mempunyai hak untuk melapor Pidana, dan penggunaan Akta yang sudah dibatalkan oleh Pengadilan merupakan suatu dugaan Tindak Pidana menggunakan Akta Autentik Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP.
Dalam Persidangan ini Jaksa Penuntut Umum tidak mengajukan pertanyaan kepada Ahli guna membuktikan Dakwaannya.
Selanjutnya Majelis Hakim menutup persidangan pada hari ini dan akan dibuka kembali pada hari Selasa tanggal 12 April 2022 dengan memberikan kesempatan kepada Terdakwa untuk menghadirkan Saksi yang meringankan (A De Charge).
Selesai sidang kami awak media mewancarai Ahli Hukum Pidana Dr. Dian Andriawan Daeng Tawang. SH. MH. Menyatakan Banyak yah, Jadi ya terkait mengenai alat bukti kemudian Pasal 242, pasal 263.
Paling tidak yang tadi ditanyakan bahwa adalah mengenai adanya orang yang berada di luar di PT tersebut. Ketika dia masuk membuka/melaporkan suatu tindak pidana kepada Direktur Utama. Itu yang ditanyakan ya, sedangkan sudah ada 9 Putusan mengatakan orang ini melakukan perbuatan melawan hukum. Jadi saya katakan sudah tidak berwenang lagi dalam Putusan tersebut, Ucap Ahli.
Dan Menurut saya tidak ada kekuatan hukum lagi, karena sudah ada putusan.”Putusan itu sesuatu yang benar, jadi putusan hakim itu harus dianggap sesuatu yang benar karena didalamnya judulnya selalu ditulis Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Jadi Hak putusan hakim itu putusan yang sudah Ingkrah itu dianggap sesuatu yang benar. Jika ingin dibantah lakukan upaya hukum misalnya, Upaya hukum PK, tapi ini tidak terkait dengan itu, Ungkap Ahli.
Jadi asas hukum dalam pasal 1 Ayat 2, dikatakan bahwa apabila terjadi perubahan UU maka yang dipakai adalah ketentuan yang menguntungkan terdakwa. Kelihatannya ini asas hukum menguntungkan terdakwa ada di UU No.1 Tahun 1995. Jadi yang seharusnya dipakai adalah UU No. Th 1995. Karena kejadiannya di tahun 1999 kan.
Itu ada 2, ada melawan hukum secara pidana yang di ketentuan hukum dan korupsi. Kalau di ketentuan hukum itu bisa kita paling tidak membagi 3 ya, ada melawan hukum dalam arti Obyektif yang bertentangan dengan UU. Kemudian dalam arti Subyektif itu apabila hal tersebut bertentangan dengan hak orang lain dan perbuatan yang ke 3, ketika dia menggunakan tanpa hak/wewenang. Jadi tadi disebut Subyektif yaitu merugikan orang lain, Tegas Ahli.
Terus menurut ahli hukum pidana Kita tunggu putusannya, jangan mendahului putusannya dari majelis hakim, Tutup Dr. Dian Andriawan Daeng Tawang.SH. MH.
(Ali)