JAKARTA, MIK – Isu penggelapan uang pajak yang terjadi di Samsat Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang mulai mengemuka. Praktik haram tersebut diduga sudah delapan bulan berjalan yang melibatkan internal orang dalam Samsat itu sendiri.
Dalam kurun delapan bulan terhitung sampai Maret 2022 itu, besaran pajak yang digelapkan oleh oknum tersebut ditaksir mencapai kisaran Rp12 miliar lebih.
Namun belum bisa dipastikan uang haram itu mengalir ke siapa saja, sebab sampai saat ini Inspektorat Provinsi Banten masih melakukan pendalaman.
“Kami baru melakukan pemeriksaan,” kata Inspektur Provinsi Banten Mukhrarom dalam pesan whatsapp-nya, kemarin.
Mukhrarom sendiri belum mengetahui sampai kapan pemeriksaan terhadap para pelaku yang diduga melakukan penggelapan pajak kendaraan ini dilakukan.
Dalam melakukan aksi kejahatannya, oknum internal Samsat Kelapa Dua ini diketahui tidak seorang diri, tapi empat orang.
Keempat orang ini masing-masing inisial Zlf, At, Bd, dan Bgj. Zlf sendiri merupakan seorang ASN dengan jabatan setingkat Kepala Seksi (Kasi) yang diduga menjadi otak dari rencana jahat itu. At merupakan staf PNS dan Bg sebagai seorang TKS.
Sama halnya dengan Bd juga seorang TKS yang memegang kendali sistem IT di Samsat Kelapa Dua, yang diduga merupakan orang kepercayaan Zlf untuk melancarkan aksinya, karena Bd memegang akun beserta pasword sistem administrasi di Samsat itu sendiri.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, pembayaran pajak kendaraan yang digelapkan itu tidak melalui kasir. Tetapi ada orang utusan dari mereka yang mengambil langsung uang pembayarannya ke dealer atau Wajib Pajak (WP) dengan membawa notice atau Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran (SKKP).
Besaran pajak pada notice yang dikeluarkan itu sendiri sebesar 12,5 persen, karena untuk pembayaran pajak BBN 1.
Setelah uang atau cek pembayaran itu diterima, para pelaku kemudian mengubah jenis pembayaran yang diinput pada sistem itu menjadi BBN 2 dengan besaran pajaknya hanya satu persen, baru kemudian membayarkannya ke bank.
Notice itu sendiri digunakan untuk menetapkan besarnya biaya pokok pajak, administrasi BBNKN, SWDKLLJ (Jasa Raharja), Penerbitan STNK, dan Penerbitan TNKB/NRKB.
“Jadi ada perbedaan besaran pembayaran antara yang di sistem dengan notice yang dikeluarkan, padahal nomor registrasi yang sama,” katanya.
Perbedaan itu kemudian berpengaruh juga pada sistem pelaporan keuangan Jasa Raharja. Untuk itu, pihak Jasa Raharja meminta bukti datanya secara utuh kepada Samsat Kelapa Dua.
Namun yang terjadi, pihak Samsat tidak memberikan pelaporan yang dimintakan dan merekomendasikan untuk meminta ke pusat. Setelah dibuka dan ditelusuri, ternyata perbedaan angkanya sangat besar.
“Dari situlah kemudian kasus ini terungkap,” katanya.