Jaksa Agung RI, Sanitiar Burhanuddin mengatakan bahwa ia enggan menyebut orang-orang yang bergerak dalam kasus korupsi minyak goreng sebagai mafia.
Alih-alih menyebut mereka mafia, ST Burhanuddin mengungkapkan bahwa kasus korupsi minyak goreng merupakan kolaborasi antara pegawai negeri dengan pegawai swasta.
Hal tersebut disampaikan Jaksa Agung RI saat diwawancarai oleh Aiman Witjaksono dalam reportase Membongkar Mafia Minyak Goreng yang tayang di Kompas TV, Selasa (27/4/2022).
“Saya sih tidak mengatakan mafia, tapi ini adalah suatu kolaborasi antara pegawai negeri dengan pegawai swasta untuk melakukan suatu tindak pidana korupsi. Gitu aja,” ucap ST Burhanuddin.
“Kalau soal mafia, monggo itu istilahnya (di luar) mungkin,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Jaksa Agung menyampaikan bahwa kemungkinan memberi hukuman mati pada para tersangka korupsi minyak goreng sangat besar.
Hukuman mati kepada para tersangka minyak goreng, kata ST Burhanuddin, sangat mungkin terjadi apabila mereka memenuhi unsur-unsur pidana terkait.
Terlebih, pihak yang dirugikan oleh para tersangka korupsi minyak goreng tersebut adalah seluruh rakyat Indonesia.
Tindak korupsi yang dilakukan oleh keempat tersangka kasus korupsi minyak goreng telah membuat rakyat menderita hanya untuk mendapatkan kebutuhan pokok mereka.
“Kami belum mengagendakan ini hukuman mati atau tidak, tetapi yang pasti kalau nanti unsur-unsurnya (terpenuhi) untuk kita tuntut hukuman mati, itu pasti.”
“Apalagi ini yang dirugikan adalah rakyat-rakyat kecil, di mana Indonesia itu katanya kan produsen minyak terbesar di dunia.”
“Tetapi, rakyat begitu menderitanya pada antre untuk minyak, jadi pemikiran itu (pemberian hukuman mati), pasti ada ke sana,” tegas Burhanuddin.
Kejaksaan Agung RI Ungkap Kasus Dugaan Korupsi Minyak Goreng
Sebelumnya, kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit telah diungkap oleh Kejaksaan Agung RI.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah/crude palm oil (CPO).
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, Wisnu telah melakukan perbuatan melawan hukum, yakni menerbitkan persetujuan ekspor terkait komoditi crude palm oil.
Persetujuan tersebut diberikan kepada sejumlah perusahaan, yaitu Permata Hijau Group Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan dan PT Musim Mas.
3 bos perusahaan sawit ditangkap
Terkait kasus dugaan korupsi minyak goreng ini, Kejaksaan Agung juga menetapkan sejumlah pihak swasta sebagai tersangka. Sebelumnya, penyidik telah memeriksa 19 saksi dan memeriksa 596 dokumen atau surat terkait.
Beberapa tersangka kasus minyak goreng tersebut, yakni Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Stanley MA, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Parulian Tumanggor, dan General Manager bagian General Affair PT Musim Mas Togar Sitanggang.
“Berdasarkan laporan hasil penyidikan ditemukan alat bukti permulaan yang cukup,” ujar Burhanuddin.
Profil 3 perusahaan sawit yang terseret kasus mafia minyak goreng
Perusahaan sawit yang terjerat kasus ini adalah perusahaan besar dengan nama yang sudah dikenal di Tanah Air.
1. PT Wilmar Nabati Indonesia
PT Wilmar Nabati Indonesia, adalah produsen minyak sawit Sania dan Fortune.
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (20/4/2022), PT Wilmar Nabati Indonesia adalah anak usaha dari Grup Wilmar atau Wilmar Internasional Ltd yang merupakan perusahaan sawit raksasa yang berbasis di Singapura.
Wilmar merupakan salah satu pemilik perkebunan kelapa sawit terluas di dunia dengan total luas tanam 232.053 hektar per 31 Desember 2020.
Dari jumlah tersebut 65 persen kebun sawit Grup Wilmar berada di Indonesia.
2. PT Musi Mas
Sementara itu, PT Musim Mas, adalah produsen minyak goreng Sunco.
Dikutip dari Kompas.com pada 19 April 2022, PT Musim Mas adalah perusahaan yang berbasis di Medan dan sudah berdiri sejak 1972.
Perusahaan adalah bagian dari Musim Mas Holdings Pte Ltd atau Grup Musim Mas.
Grup Musim Mas adalah salah satu perusahaan kelapa sawit terintegrasi terbesar di dunia dengan kantor pusat di Singapura.
3. Permata Hijau Group
Sedangkan Permata Hijau Group sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Rabu (20/4/2022), adalah perusahaan milik pengusaha Robert Wijaya.
Adapun Permata Hijau Group adalah perusahaan kelapa sawit yang terintegrasi yang didirikan tahun 1984 dengan bisnis inti di perkebunan kelapa sawit.
Adapun sejumlah produk dari Permata Hijau Group yakni minyak goreng merek Permata, Panina, Palmata dan Paveen.
Pelanggaran kasus korupsi minyak goreng
Mengutip pemberitaan Kompas.com 19 April 2022, para tersangka diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a b e dan f Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.
Kemudian, tiga ketentuan BAB 2 huruf a angka 1 huruf b bab 2 huruf c angka 4 huruf c Peraturan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Nomor 2 Perdagangan Luar Negeri per 1 2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO.
Selain itu, mereka diduga melanggar Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 jo Nomor 170 Tahun 2022 tentang penetapan jumlah untuk distribusi kebutuhan dalam negeri dan harga penjualan di dalam negeri.