PLTSa Keramasan Hanya Akan Wariskan Racun dan Beban PAD bagi Palembang

NASIONAL40 Dilihat

Palembang, Mik – Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dianggap menjadi solusi efektif dalam mengatasi permasalahan sampah di Palembang. Namun, proyek tersebut di sisi lain mengancam keberlangsungan lingkungan serta kesehatan masyarakat.

Hasil penelitian dari berbagai lembaga menyebutkan, proses pembakaran sampah yang dilakukan PLTSa menimbulkan zat beracun yang membahayakan.

 

Profesor Emeritus Kimia Lingkungan di Universitas St Lawrence, dr Paul Connet dalam siaran youtubenya mengatakan, pembangunan PLTSa insenerator bukan sebuah solusi dalam mengelola sampah yang baik.

“Apanya (insenerator) yang menjadi solusi, limbahnya? Ini sangat sulit dipercaya jika dianggap sebuah solusi,” katanya.

 

Meskipun limbah insenerator dibuang di sebuah pulau seperti di Singapura. Ini akan berdampak kepada kontaminasi hewan laut. Sehingga, hewan laut pun akan terancam punah dan merusak kehidupan dipinggiran laut.

Menurutnya, pengelolaan limbah sampah tidak menuntut miliaran dolar untuk sebuah mesin. Bahkan, tidak mengorbankan hewan untuk punah serta merusak kehidupan manusia. Ada banyak cara yang lebih baik, seperti China yang telah memimpin dunia dalam daur ulang atau penggunaan kembali dan perbaikan.

“Ini tentunya dapat menghasilkan uang dan menciptakan lapangan kerja,” jelasnya.

Dia mengungkapkan solusinya yaitu dimulai dari pemisahan dari rumah ke rumah. Dimana, sampah organik harus masuk ke kompos. Kemudian, sampah plastik dapat didaur ulang. Dengan begitu, diperlukan organisasi, pendidikan dan desain industri yang lebih baik. Bahkan, jika diperlukan universitas juga mempelajari limbah melalui laboratoriumnya.

 

Jadi solusi sebenarnya adalah 4R yaitu Recylce, Reuse, Repair dan Redesign serta Composting. Dengan begitu dapat menciptakan industrial yang lebih baik. Ini akan berdampak pada ekonomi, pekerjaan, bisnis kecil yang lebih baik. Jika pembangunan insenerator tetap dipertahankan maka akan merampok masa depan anak-anak.

“Kita meracuni mereka, memberi racun dalam makanan mereka dan mewariskan racun. Bahkan, kita juga menghabiskan sumber daya mereka,” tandasnya.

 

Pembakaran PLTSa Hasilkan Zat Dioksin Furan Penyebab Kanker

 

Peneliti dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Bella Nathania mengatakan, mayoritas PTLSa di Indonesia menggunakan insenerator yang membakar sampah dengan suhu rendah. Sehingga emisi dioksin furan-nya akan tinggi.

 

Dia menegaskan, dioksin furan ini memiliki sifat beracun dan dapat menyebabkan kanker jika masyarakat terpapar. Selain itu, Dioksin dan Furan ini juga paling mudah masuk ke lapisan lemak hewani. Kandungan Dioksin ini dapat dengan mudah dicek pada telur dan daging sapi. Jika daging dan telur tersebut dikonsumsi oleh manusia tentu akan membahayakan kesehatan.

“Ini bisa menimbulkan kanker, menganggu sistem reproduksi dan tumbuh kembang anak,” kata Bella saat dibincangi RMOLSumsel.id.

 

Bella menjelaskan, apabila PLTSa Palembang dipaksakan untuk dibangun, maka harus ada proses pengukuran baku mutu terhadap dioksin dan furan yang dihasilkan. Namun, laboratorium di Indonesia belum ada yang mampu mengecek dioksin ini.

 

Selain itu, Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) nomor 15 tahun 2019 tentang baku mutu emisi pembangkit listrik tenaga termal berisikan kewajiban untuk memeriksa dioksin hanya lima tahun sekali.

 

“Jadi bayangkan ribetnya untuk memastikan dioksin ini emisinya terkontrol,” ucapnya.

Klaim pemerintah bahwa PLTSa tidak akan berbahaya jika pembakaran dengan suhu tinggi juga dianggap tidak mengurangi potensi kerusakan lingkungan. Menurutnya, jika memang suhu pembakaran insenerator tinggi, maka akan berkontribusi ke gas rumah kaca yang nantinya berkaitan dengan perubahan iklim.

 

Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan ukuran dioksin pada pembakaran tinggi bukan lagi nano gram melainkan mikro gram. Padahal, dalam peraturan baku mutu emisi PLTSa-nya memakai nano gram. Selain membahayakan iklim dan kesehatan, PLTSa insenerator ini juga mengancam kerusakan lingkungan akibat limbah yang dihasilkan dari pembakaran sampah.

 

“Fly ash dan bottom ash hasil dari pembakaran sampah ini banyak mengandung logam berat, yang jika tidak dikelola dengan baik maka akan tertiup angin atau terbawa air hujan dan masuk ke sungai. Sehingga akan merusak lingkungan,” beber Bella.

Lagi-lagi, dengan tercemarnya lingkungan maka kesehatan masyarakat akan menjadi taruhannya. Karena itu, pembangunan PLTSa insenerator bukan cara yang baik dalam mengelola sampah khususnya sampah plastik. Selain itu, kebanyakan sampah organik juga tidak baik untuk dibakar terutama saat terlalu basah. Namun, sampah organik ini dapat digunakan sebagai kompos dimana bermanfaat untuk lingkungan.

 

“Sehingga bisa disimpulkan PLTSa insenerator ini ancaman bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat,” terangnya.

 

ICEL sendiri tergabung dalam Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) yang menentang atas penanganan sampah dengan metode pembakaran yaitu PLTSa Insenerator. Bahkan, pihaknya pernah menggugat Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2016 tentang percepatan pembangunan PLTSa ke Mahkamah Agung melalui Judicual Review.

 

“MA menerima Judicial Review tersebut dan mencabut Perpres itu. Sayangnya, di tahun 2018 Perpres baru kembali diterbitkan dengan substansi yang sama terkait percepatan PLTSa,” ungkapnya.

 

Menurutnya, UU sampah telah mengatur jika pengelolaan sampah dititikberatkan pada pengurangan penggunaannya. Bukan proses akhir seperti PLTSa insenerator ini. Dia juga menuturkan, insenerator ini menghilangkan potensi daur ulang. “Seperti untuk PET dan kertas ya. Padahal kalau bisa didaur ulang PET dan kertasnya kan tidak perlu ambil bahan baku baru,” tandasnya. (NET)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *