Jakarta, Mik – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md menegaskan bahwa penghapusan tenaga honorer di seluruh instansi tetap dilakukan pada 28 November 2023. Bagi kepala daerah yang menolak menghapus tenaga honorer, maka akan dijatuhi sanksi.
Mahfud menjelaskan, kepala daerah yang kini masih merekrut tenaga honorer dan menolak penghapusan tenaga honorer pada 2023, berarti tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 67 huruf b UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tindakan bangkang kepala daerah itu, kata dia, dapat menjadi bagian objek temuan pemeriksaan dan bakal dijatuhi sanksi. Dalam Peraturan Pemerintah No. 12/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasal 36 diatur rinci terkait sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada kepala daerah dan wakil kepala daerah apabila melakukan pelanggaran administratif.
“Berdasarkan ruang lingkup pembinaan umum tersebut, kepala daerah yang melakukan penolakan terhadap penghapusan pegawai honorer dapat dilakukan pembinaan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) selaku pembina umum dalam lingkup kepegawaian pada perangkat daerah,” ujar Mahfud yang menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) ad interim, saat Rapat Koordinasi Pembahasan Penyelesaian Tenaga Non-ASN, di Jakarta, Jumat (24/6).
Mahfud menambahkan, sebelum sanksi pembinaan dijatuhkan, perlu dilakukan klarifikasi terlebih dahulu kepada kepala daerah yang bersangkutan.
Menurut Mahfud, pemerintah pusat dan daerah harus fokus mengatur strategi menata pegawai di instansi pemerintah untuk mempercepat transformasi sumber daya manusia tanpa menghilangkan sisi kemanusiaan dan meritokrasinya. Karena itu, tak perlu mencari siapa yang salah dalam polemik tenaga honorer ini.
“Tidak perlu kita mencari siapa yang salah. Tapi kita harus selesaikan masalah ini bersama,” kata Mahfud dalam rakor yang dihadiri oleh perwakilan sekda provinsi, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia
Mahfud menerangkan, Peraturan Pemerintah No. 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) telah memberikan ruang untuk pengalihan status tenaga honorer menjadi ASN, baik itu PNS maupun PPPK. Tentu, dengan mengikuti ketentuan dalam UU No. 5/2014 tentang ASN beserta peraturan pelaksanaannya.
Instansi pemerintah pusat dan daerah diminta untuk melakukan pemetaan tenaga honorer yang bisa diikutsertakan dalam seleksi PNS maupun PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, kata dia, tenaga honorer yang tak memenuhi syarat menjadi ASN, juga bisa diatur melalui skema kerja alih daya alias outsourcing. Pegawai yang bisa masuk dalam skema tenaga alih daya ini seperti pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan. “Skema ini dibuat untuk memberikan kepastian hukum, status kepegawaian, serta kepastian penghasilan,” ujarnya.
Dengan berbagai skema penyelesaian tenaga honorer itu, kata Mahfud, pemerintah pusat dan daerah harus menyusun langkah strategis sebelum tenggat waktu penghapusan. “Menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu tanggal 28 November 2023,” katanya.
Sebelumnya, Menpan-RB Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat edaran terkait penghapusan tenaga honorer per 28 November 2023. Surat edaran bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 itu diterbitkan pada 31 Mei 2022.
Dalam surat edaran itu, Tjahjo menerangkan bahwa penghapusan tenaga honorer merupakan amanat UU No. 5/2014 tentang ASN. Penghapusan honorer juga termaktub dalam Pasal 96 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).