Palembang,Mik – Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran (BPI KPNPA) RI dalam waktu dekat akan melapor ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait adanya informasi atas dugaan tidak adanya pencairan hak plasma dari PT Enam Serumpun Bersaudara terhadap warga yang ada di Kecamatan Gelumbang.
Indra Jaya selaku Ketua KUD setempat mengatakan, selama perusahaan tersebut berdiri sampai saat ini belum ada hak plasma diberikan kepada warga. Selain itu, juga disebutkan selama beraktifitas belum ada kegiatan yang menguntungkan bagi masyarakat yang ada disana.
“jadi perhatian perusahaan ini sangat minim terhadap kami disana. Padahal pada tahun 2008 kami sudah sepakat antara saya selaku ketua KUD dan camat saat itu dijabat oleh Restu dan Project Manager PT Enam Seroempoen Bersaudara yakni Erza Mik,” katanya.
Menurut Indra, dalam perjanjian yang telah disepakati bahwa perusahaan tersebut bahwa pola pelaksanaan pembangunan perkebunan saitu itu disebutkan inti 60 persen dan 40 persen plasma. Selain itu, dalam pelaksanaan kegiatan perkebunan untuk ditawarjkan kepada KUD Putela mitra yakni tenaga kerja dan alat berat.
Selain itu, juga disepakati bahwa hasil plasma yang akan diterima masyarakat diberikan direkening mas-masing serta pembangunan inti dan plasma dilaksanakan serentak. Namun, sampai saat ini plasma tersebut belum ada yang dipenuhi sementara perusahaan tersebut berdiri sejak tahun 2004.
Mengenai hal itu, Ketua BPI KPNPA RI DPW Sumsel Feriyandi mengatakan, atas temuan ini pihaknya akan berkoordinasi dengan Polda Sumsel melalui Polres Muara Enim kemudian akan berangkat ke Jakarta juga melapor ke KLHK.
Dikatakan Feri, dalam Permentan No. 26 Tahun 2007, Pasal 11 Ayat 1 mengatur tentang Perusahaan perkebunan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) atau Izin Usaha Perkebunan untuk Budi daya (IUP-B), wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan.
Kemudian pada Permentan No. 98 Tahun 2013, Pasal 15 Ayat 1 disebutkan Perusahaan Perkebunan yang mengajukan IUP-B atau IUP dengan luas 250 hektar atau lebih, berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dengan luasan paling kurang 20 persen dari luas areal IUP-B atau IUP, Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Pasal 58 mengatur tentang Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan serta Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 58 tentang Perusahaan Perkebunan yang mendapat Perizinan Berusaha untuk Budi daya yang seluruh atau sebagian lahannya berasal dari luar Hak Guna Usaha atau kawasan hutan, wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar seluas 20 persen dari luas lahan tersebut.
“Nanti kita kan lihat juga bagaimana Amdal dari perusahaan itu. Kita tidak akan fokus plasma saja kita akan laporkan dan minta cabut saja izin perusahaan tersebut jika tidak ada perhatian terhadap warga sekitar,” tegas feri Jumat 20 Januari 2023.
Lebih jauh dikatakn Feri, merujuk pada Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Makna yang terkandung dalam ayat tersebut sangat dalam yakni sistem ekonomi yang dikembangkan seharusnya tidak basis persaingan serta atas asas yang sangat individualistik.
Demikian pula dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 memberikan maklumat yang sangat terang-benderang bahwa pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam kegiatan ekonomi.
Ekonomi bukan hanya dilakukan oleh masyarakat, swasta, atau individu, terutama untuk cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, kemudian bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Itu juga harus dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selama ini juga telah terjadi eksklusifisme pembangunan. Prinsip partisipasi dan emansipasi pembangunan tidak ditegakkan, seharusnya dalam setiap kemajuan pembangunan rakyat harus senantiasa terbawa serta. Kemajuan ekonomi rakyat haruslah inheren dengan kemajuan pembangunan nasional seluruhnya. Kekaguman terhadap yang serba barat menambah kekurangwaspadaan yang secara tidak langsung dengan semena-mena menggusur rakyat kecil dan lemah.
Tujuan pembentukan Undang-Undang ini adalah untuk menjungjung tinggi demokrasi dan juga menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Pembangunan nasional haruslah dilakukan untuk tercapainya tujuan nasional, yaitu: “melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.” Dengan kata lain, yang menjadi fokus pembangunan adalah manusianya, bukan sekedar ekonominya.
Perekonomian Indonesia diurus dan dikelola seperti apapun harus berpangkal pada usaha bersama dab berujung pada kesejahteraan sosial, yaitu pada kemakmuran bersama.
“Oleh sebab itu, kita melihat perusahaan ini bisa dikatakan minim perhatian sehingga masyarakat mengadu kepada kita lantaran plasma tidak perna dicairkan padahal sudah ada perjanjian,” jelas Feri.