Palembang, Mik – Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI dalam waktu dekat akan melaporkan sejunlah kekayaan pejabat di Sunsek yabg dinilai tidak wajar.
ketua DPW BPI KPNPA RI Feriyabdi kepada wartawan mengatakan jika pihaknya telah melakukan investigasi terhadap kekayaan sejumlah pejabat di Sumsel.
“Kita akan laporkan ke aparat penegak hukum ” katanya
menurut Feri, kewajiban pejabat negara untuk menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tepat waktu ternyata tidak digubris bupati dan walikota di Sumsel. Sanksi yang ringan hanya bersifat administratif, disinyalir menjadi penyebab banyak kepala daerah tak patuh untuk melaporkan hartanya.
Pantauan awak media di laman resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lhkpn.kpk.go.id pada Senin 24 April 2023, dari 17 kepala daerah di Sumsel baru sepuluh yang melapor. Sementara tujuh lainnya tidak melapor sebelum deadline 31 Maret lalu. Padahal kewajiban ini sudah diumumkan sebelumnya untuk periode pelaporan 2022 secara Online mulai tanggal 1 Januari 2023 s.d. 31 Maret 2023.
Adapun tujuh kepala daerah yang belum melaporkan, yakni Teddy Meilwansyah, Pj Bupati OKU (Tanggal Penyampaian 10 Januari 2022), Devi Suhartoni, Bupati Muratara (Tanggal Penyampaian 8 Februari 2022), dan Cik Ujang, Bupati Lahat (Tanggal Penyampaian 19 Februari 2022).
Lalu, Harnojoyo, Walikota Palembang (Tanggal Penyampaian 18 Februari 2022), Askolani, Bupati Banyuasin (Tanggal Penyampaian 10 Maret 2022), Panca Wijaya Akbar, Bupati Ogan Ilir (Tanggal Penyampaian 16 Februari 2022) dan Heri Amalindo, Bupati PALI (Tanggal Penyampaian 18 Februari 2022).
Pengamat sosial dan politik Sumsel, Bagindo Togar menilai patut dicurigai atau diduga terdapat ketidakwajaran dari sumber harta kekayaan pejabat negara sehingga tidak dilaporkan.
Menurutnya, diantara alasan kenapa kepala daerah tidak melaporkan harta kekayaannya karena proses penyusunan LHKPN yang tidak mudah, karena terdapat berkas-berkas yang harus diisi dan file-file yang harus dikirimkan. Namun, untuk pejabat daerah seperti kepala daerah, seharusnya memiliki staf yang dapat membantunya dalam melaporkan LHKPN sehingga tidak ada alasan untuk tidak
“Ini harus menjadi sorotan sebab sumber penghasilan dari APBD berpotensi menjadi sumber bancakan atau penyalahgunaan kekuasaan,” tegasnya.
Bagindo berharap KPK dapat mendesak kepala daerah agar melaporkan harta kekayaan mereka secara transparan. Tidak melaporkan LHKPN juga dapat berdampak pada elektabilitas dan kredibilitas kepala daerah, karena publik dapat meragukan integritas dan kejujuran mereka dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara negara.
“Penting bagi KPK untuk tidak diskriminatif dalam menegakkan hukum terkait pelaporan LHKPN,” tambahnya.
Masih menurut Bagindo Togar, era keterbukaan ini masyarakat melihat dan mengawasi terhadap suatu kejanggalan yang ada di Kepala Daerah terutama di Sumber Kekayaan. “Masyarakat sudah kritis dan tidak bodoh, tidak mudah lagi untuk dibohongi,” ujarnya.
Bagindo mengajak untuk tidak memilih Kepala Daerah yang memperkaya diri dan minim prestasi, dan kurang akses pelayanan. “Jangan memilih pejabat yang hanya bermodalkan pencitraan,” tukasnya.
Untuk diketahui, kewajiban pejabat publik untuk melaporkan harta kekayaannya tertuang dalam aturan perundangan tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pelaporan LHKPN adalah kewajiban yang melekat pada Penyelenggara Negara untuk mempertanggungjawabkan harta yang didapatnya dari uang rakyat.
Menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), laporan harta kekayaan menyediakan informasi mengenai aset yang dimiliki pejabat publik, penerimaan dan pengeluaran pejabat publik, penerimaan yang diterima pejabat publik, jabatan baik yang menghasilkan manfaat keuangan atau tidak, dan identitas mengenai istri, saudara, dan orang-orang yang memiliki hubungan dengan pejabat publik.
Untuk memastikan pelaporan harta kekayaan dilakukan dengan transparan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memfasilitasi para Penyelenggara Negara untuk melaporkan harta kekayaannya secara transparan. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk menilai apakah kekayaan Penyelenggara Negara tersebut wajar atau tidak sesuai dengan profilnya.