Palembang, Mik – Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) mendukung dan mengapresiasi Kejati Sumsel dalam mengungkap kasus korupsi hingga menyebabkan kersugian negara Rp5 miliar pada Koni Sumsel.
Ketua BPI KPNPA RI Sumsel Feriyandi mengatakan, sejauh ini pihaknya terus memantau perkembangan kasus tersebut. Sehingga pihaknya meminta agar Kejari Sumsel mengenakan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap para tersangka nantinya.
“Jadi kami menilai bahwa kerugian negara ini harus dikembalikan. Kalau hanya ditahan berapa tahun saja dan kerugian negara tidak kembali menurut kami kurang tepatlah, sehingga kami meminta agar dikenakan TPPU pada kasus ini,” kata Feri kepada awak media, Jumat 25 Agustus 2023.
Tak hanya itu, Feri menyebut bahwa kasus ini sejatinya perlu dikembangkan sampai ke akar-akarnya sehingga menjadi terang benderang.
“Banyak permasalahan di Koni Sumsel yang perlu diungkap mulai dari atlet yang demo sampai ke para penggiat anti korupsi meminta APH untuk mengusut indikasi korupsi di tubuh Koni Sumsel khususnya khususnya BPI KPNPA RI perna sampai ke Kejagung menyampaikan laporan. Oleh sebab itu kami meminta agar diusut sampai keakar-akarnya,” tegas Feri.
Sebelumnya diketahui, Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menahan dua orang tersangka yang merupakan pengurus dari Koni Sumsel terkait kasus korupsi dana hibah tahun anggaran 2021.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan tinggi Sumsel Vanny Yulia Eka Sari kepada wartawan di Palembang, Kamis, mengatakan dua tersangka itu masing-masing berinisial SR selaku Sekretaris Umum KONI Sumsel yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan AT selaku Ketua Harian KONI Sumsel periode 2020-2022.
Sebelumnya, para tersangka telah diperiksa sebagai saksi dan berdasarkan hasil pemeriksaan keduanya sudah cukup bukti terlibat dalam perkara tersebut.
“Tim penyidik kemudian meningkatkan status SR dan AT dari saksi menjadi tersangka dan dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung mulai 25 Agustus hingga 12 September 2023 di Rutan Kelas 1 Pakjo Palembang,” katanya.
Menurut dia, dasar untuk melakukan penahanan itu sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat 1 KUHAP karena adanya kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana. “Atas perkara ini, jumlah kerugian negara yang ditimbulkan senilai Rp5 miliar,” ujarnya.
Ia menjelaskan para tersangka itu diduga melakukan pencairan deposito dan uang hibah dari Pemerintah Provinsi Sumsel serta belanja pengadaan barang yang bersumber dari APBD tahun anggaran 2021 senilai Rp37 miliar. “Modus yang dilakukan kedua tersangka tersebut, adanya pemalsuan beberapa dokumen atas pertanggungjawaban dana hibah,” jelasnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP (primer). Kemudian, Pasal 3 juncto Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP (subsider).
“Hingga saat ini Kejati Sumsel telah memanggil dan memeriksa sebanyak 65 orang saksi. Kami akan terus mendalami alat bukti terkait dengan keterlibatan pihak lain yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya, serta akan segera melakukan tindakan hukum lain yang diperlukan sehubungan dengan penyidikan,” kata Vanny.