Ironi BPK, Dikuasai Eks Politisi Hingga Terlilit Kasus Jual Beli Audit

NASIONAL32 Dilihat

JAKARTA,Mik – Kasus suap yang terus menimpa pemeriksa atau auditor hingga petinggi di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membuat lembaga ini berada di titik nadir. BPK sebagai palang pintu terakhir untuk mewujudkan good governance justru terus diterpa isu tentang suap dan korupsi. Tidak tanggung-tanggung, sosok anggota BPK seperti Achsanul Qosasi menjadi tersangka dalam perkara korupsi. Selain Achsanul, nama Anggota VI BPK Pius Lustrilanang kini juga menjadi sorotan. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggeledah dan menyegel ruangan mantan aktivis pro demokrasi tersebut.

Adapun kasus yang sering menjerat pemeriksa maupun pejabat BPK mulai dari ’jual beli’ opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) hingga rekayasa hasil audit. BPK telah meminta maaf atas maraknya oknum pegawai bahkan pimpinannya yang terjerat perkara rasuah. “BPK sangat menyesalkan dan pada kesempatan ini sekaligus kami meminta maaf kepada masyarakat atas berbagai kejadian belakangan ini yang diduga melibatkan oknum BPK,” kata Inspektur Utama BPK Nyoman Wara pada konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/11/2023).

BPK sebagai lembaga auditor negara memiliki peran cukup strategis untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih. Ini adalah alat negara yang bisa menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan demokratisasi di Indonesia, khususnya proses pengelolaan anggaran.

Namun demikian, kinerja BPK dan kasus yang belakangan ini menimpa elite-elitenya menimbulkan syak sawangka, tentang netralitas BPK. Apalagi sebagain besar elite atau anggota BPK merupakan bekas atau setidaknya memiliki latar belakang politisi. Dari 9 anggota BPK, hanya tiga yang berasal dari profesional, selebihnya pernah terafiliasi dengan partai politik. Ketua BPK Isma Yatun, misalnya, adalah mantan anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP). Dia pernah menjadi anggota DPR dari tahun 2006 hingga tangun 2017. Selepas dari DPR, dia terpilih sebagai anggota BPK.

 

Selain Isma Yatun ada juga Daniel Lumban Tobing. Daniel adalah mantan politisi PDIP. Dia pernah menjabat sebagai anggota DPR dari tahun 2009 hingga tahun 2019. Mantan politikus lainnya adalah Achsanul Qosasi. Achsanul saat ini berstatus sebagai tersangka dalam perkara korupsi BTS Kominfo. Dia telah ditahan oleh Kejaksaan Agung. Achsanul juga mantan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Selanjutnya ada sosok Haerul Saleh yang merupakan mantan politikus Gerindra. Dia juga pernah menjadi anggota parlemen. Mantan politikus Gerindra lainnya yang menjabat anggota BPK adalah Pius Lustrilanang. Pius saat ini disorot usai KPK menyegel dan mengeledah ruang kerjanya.

Politikus atau bekas politikus terakhir yang menjabat sebagai elite di BPK adalah Ahmadi Noor Supit. Dia adalah bekas anggota DPR dan dikenal sebagai politikus Partai Golkar. Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Jakarta Ferdian Andi mengungkapkan pentingnya membatasi batas minimal seorang politisi bisa dicalonkan sebagai anggota BPK untuk menghindarkan tuduhan BPK dikendalikan oleh elite politik. “Akibat ketiadaan aturan itu, muncul anggapan terdapat kepentingan politik. Harusnya seperti itu bisa dihindari,” tukasnya dikutip dari Harian Bisnis Indonesia edisi Rabu (15/11/2023).

Kasus di KPK Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah bukti terkait dugaan pengondisian laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Sorong saat menggeledah ruang kerja Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pius Lustrilanang, Rabu (15/11/2023). Ruangan kerja Pius menjadi lokasi penggeledahan oleh penyidik KPK terkait dengan perkara yang bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.

“Di tempat tersebut, ditemukan dan diamankan bukti antara lain terkait dengan berbagai dokumen, catatan keuangan dan bukti elektronik yang diduga kuat erat kaitannya dengan penyidikan perkara ini,” kata Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, dikutip Jumat (17/11/2023). Selanjutnya, bukti-bukti yang didapatkan dari ruangan kerja Pius akan disita dan dianalisis guna melengkapi berkas perkara penyidikan. Sebelum digeledah, Ketua KPK Firli Bahuri mengonfirmasi bahwa ruangan Pius telah disegel sejalan dengan penyidikan kasus di Sorong tersebut.

Meski demikian, Firli tak mengungkap seperti apa status hukum dari Pius dalam kasus tersebut. Dia hanya menyebut auditor negara itu perlu untuk dimintai keterangan. “Tentu mengenai keterkaitan Anggota VI BPK perlu dimintai keterangan karena kita bekerja secara profesional,” terang mantan Kabaharkam Polri itu pada konferensi pers, Selasa (14/11/2023). Tetapkan Enam Tersangka KPK telah menetapkan enam tersangka dalam kasus pengondisian temuan BPK pada laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Sorong.

Mereka adalah Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso, Kepala BPKAD Sorong Efer Segidifat, Staf BPKAD Sorong Maniel Syatfle, Kepala Perwakilan BPK Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing, Ketua Tim Pemeriksa David Patasaung, Kasubaud BPK Papua Barat Abu Hanifa. KPK menduga bahwa suap pengondisian temuan laporan BPK itu terkait dengan pemeriksaan kepatuhan atas belanja daerah tahun anggaran (TA) 2022 dan 2023 Pemkab Sorong dan instansi terkait lainnya di AIMAS termasuk Papua Barat Daya. Kemudian, BPK melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu atau PDTT dan menemukan beberapa laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Para tersangka dari Pemkab Sorong itu pun diduga menyerahkan uang yang disebut ‘titipan’ untuk para pemeriksa BPK guna mengondisikan temuan tersebut.

Bukti permulaan awal yang ditemukan KPK terkait dengan penyerahan dari Yan Piet Mosso dan anak buahnya yakni Rp940 juta dan satu jam tangan Rolex, sedangkan bukti awal penerimaan oleh para pejabat BPK yakni Rp1,8 miliar.

Jual Beli Audit Hingga Opini WTP Dalam catatan Bisnis, oknum BPK maupun pejabat BPK terseret kasus korupsi atau suap bukan suatu hal yang baru. Berikut daftar kasus yang menjerat oknum pemeriksa maupun anggota BPK: Kasus Rizal Djalil Rizal Djalil adalah mantan anggota BPK. Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis Rizal Djalil dengan pidana 4 tahun penjara denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Rizal Djalil terbukti menerima suap senilai S$100 ribu atau Rp 1 miliar dari Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama Leonardo Jusminarta Prasetyo. Suap itu diberikan Rizal mengupayakan PT Minarta Dutahutama menjadi pelaksana Proyek Pembangunan Jarigngan Distribusi Utama Sistem Penyediaan Air Minum Ibu Kota Kecamatan (JDU SPAM IKK) Hongaria pada Kementerian PUPR. Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum yakni 6 tahun penjara denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Hakim pun tidak menjatuhkan pidana tambahan kepada Rizal Djalil. Jaksa sebelumnya menuntut hakim menjatuhkan uang pengganti sebesar Rp 1 miliar kepada Rizal sesuai dengan uang yang diterima Rizal Djalil dalam kasus suap di Kementerian PUPR.

Dalam menjatuhkan vonis hakim mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Untuk hal yang memberatkan Rizal Djalil dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, dan tidak mengakui perbuatannya.

 

Sementara hal meringankan Rizal belum pernah dipidana, pernah mendapat Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berusia 65 tahun dan menderita penyakit hepatitis B dan hipertensi kronik. Kasus Achsanul Qosasi Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi adalah tersangka baru dalam perkara dugaan korupsi BTS 4G Kominfo. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Kuntadi menjelaskan pihaknya telah memanggil Achsanul sebagai saksi perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan uang sebesar kurang lebih Rp40 miliar terkait dengan jabatan.

“Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif dan dikaitkan dengan alat bukti yang telah kami temukan sebelumnya, disepakati kesimpulan telah ada cukup alat bukti untuk menetapkan yang bersangkutan [Achsanul] sebagai tersangka,” ujar Kuntadi di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (3/11/2023). Dia menjelaskan, tersangka langsung dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Achsanul diduga menerima uang sejumlah kurang lebih Rp40 miliar dari terdakwa eks Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan (IH) di Hotel Grand Hyat, Jakarta Pusat pada 19 Juli 2022.

“Adapun pasal yang diduga dilanggar adalah Pasal 12B, Pasal 12E atau Pasal 5 ayat (2) huruf b juncto Pasal 15 UU Tipikor atau Pasal 5 ayat (1) UU TPPU,” jelas Kuntadi. Sebelumnya, nama Achsanul berinisial AQ memang kerap disebut oleh terdakwa kasus korupsi pembangunan menara pemancar sinyal atau BTS 4G Kominfo Galumbang Menak dalam persidangan, Senin (23/10). Kasus Bupati Meranti Sekadar catatan, Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil didakwa melakukan tiga perbuatan tindak pidana korupsi sekaligus di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti.

Berdasarkan surat dakwaan KPK kepada Adil, politikus PKB itu disebut menjanjikan pemberian uang fee sejumlah Rp3 juta untuk setiap peserta umroh, yakni total 250 orang. Oleh karena itu, dengan jumlah peserta umroh tersebut, suap yang diterima oleh Adil yakni Rp750 juta. Adil juga didakwa memberikan suap kepada Ketua Tim Pemeriksa pada Badan Perwakilan Riau (BPK) Perwakilan Provinsi Riau Muhammad Fahmi Aressa. Suap itu guna mengatur hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti TA 2022 serta predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian, Adil didakwa memberikan suap ke Fahmi Aressa sebesar Rp1 miliar.

Kasus Tukin ESDM Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya juga tengah mendalami dugaan penggunaan uang korupsi pemotongan tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian ESDM, untuk mengondisikan temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal tersebut dikonfirmasi oleh Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur. Dia mengatakan dugaan itu masih didalami oleh para tim penyidik KPK. “Sejauh ini yang diperkirakan demikian, karena memang ini juga untuk [tahun anggaran] 2021 2022, pasti sudah ada auditnya, tetapi kita masih dalami,” ucap Asep di Gedung KPK, dikutip Kamis (30/3/2023).

Seperti diketahui, kasus dugaan korupsi tukin di Kementerian ESDM itu ditaksir merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah. KPK memperkirakan ada sekitar 10 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, kendati jumlah tersebut belum dipastikan. Lembaga antirasuah juga menduga uang yang dikorupsi itu digunakan untuk keperluan pribadi, membeli aset, dan termasuk operasional pemeriksaan BPK. “Kemudian ada juga untuk ‘operasional’ gitu termasuk dugaannya dalam rangka untuk pemenuhan proses-proses pemeriksaan oleh BPK,” jelas Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri secara terpisah, di Gedung Merah Putih, Senin (27/3/2023).

Kasus Ade Yasin Kasus lain adalah perkaram mantan Bupati Bogor Ade Yasin yang menyuap tim pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Jawa Barat senilai Rp1,93 miliar. Adapun tim pemeriksa BPK Jawa Barat dimaksud adalah Anthon Merdiansyah, Arko Mulawan, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah. Duit itu diberikan Ade Yasin bersama-sama dengan Ihsan Ayatullah selaku Kepala Sub Bidang Kas Daerah pada BPKAD Pemerintah Kabupaten Bogor (Pemkab Bogor), Maulana Adam selaku

 

Sekretaris Dinas PUPR Pemkab Bogor dan Rizki Taufik Hidayat selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Sub Koordinator Pembangunan Jalan dan Jembatan Wilayah 2 pada Dinas PUPR Pemkab Bogor. Uang itu diberikan agar tim pemeriksa BPK Jabar mengkondisikan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Bogor mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP).

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *