Jakarta,Mik – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berharap agar DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Beleid itu menjadi senjata Kejakasaan Agung dalam penanganan kasus rasuah, khususnya pengusutan aset (asset tracing) dan pengembalian kerugian negara (asset recovery).
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menegaskan, ada beberapa hal yang tertuang dalam RUU Perampasan Aset belum diatur dalam regulasi yang ada sekarang. Salah satunya, pembuktian terbalik.
“Pembuktian terbalik itu kan belum ada di UU Pemberantasan Korupsi (dan) TPPU. Nah, di UU Perampasan Aset itu diatur materi tentang pembuktian terbalik. Sepanjang tidak bisa membuktikan sebab halal itu, maka kemudian dirampas/diambil sebagai hasil tindak pidana,” tuturnya.
Melalui RUU Perampasan Aset, sambung Boyamin, aparat penegak hukum juga bisa menyita harta pelaku kasus korupsi atau tindak pidana lain, seperti narkoba, terorisme, dan judi, sekalipun bukti minim tetapi terkait dengan pidana yang dilakukan.
“Misalnya, meskipun satu hari ini ada 10 transaksi (dan) yang bisa dibuktikan adalah 3 transaksi, maka yang 7 bisa dianggap (hasil kejahatan) karena pola yang sama itu,” jelasnya.
Saat memperingati Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023, kemarin Presiden Joko Widodo juga meminta agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset segera diselesaikan. Presiden menilai UU Perampasan Aset bisa memberikan efek jera kepada koruptor.
“Mengenai penguatan regulasi di level UU, ini juga diperlukan, apa? Menurut saya, UU Perampasan Aset Tindak Pidana ini penting segera diselesaikan. Karena ini adalah sebuah mekanisme untuk pengembalian kerugian negara dan bisa memberikan efek jera,” kata Jokowi.(net)